Sumber: Jawapos.com

Warta21.com, Surabaya – Teknis pelaksanaan pembelajaran tatap muka (PTM) terus mengalami perubahan. Selama dua bulan terakhir, Dinas Pendidikan (Dispendik) Kota Surabaya sudah tiga kali merevisi format sekolah tatap muka.

Kondisi itu harus disesuaikan dengan perkembangan pandemi Covid-19 untuk mencegah penularan di sekolah. Apalagi Surabaya berada di PPKM level 3.

Terakhir, dispendik kembali mengubah format PTM dengan mengurangi kapasitas siswa. Per kelas hanya diisi 25 persen anak. Pembelajaran berlangsung dalam dua sesi per hari.

Kepala Dinas Pendidikan (Kadispendik) Kota Surabaya Yusuf Masruh menyampaikan, kebijakan itu mulai berlaku Senin depan (21/2). ”Efektif mulai Senin (pekan depan, Red),’’ kata Yusuf kemarin (18/2).

Yusuf menjelaskan, PTM 25 persen dihitung berdasar kondisi kelas. Per kelas hanya memiliki kapasitas 25 persen siswa.

Misalnya, jika kapasitas normal dalam satu kelas sebanyak 32 anak, setiap PTM hanya boleh diisi 8 anak. Sisanya, 25 persen lagi, mengikuti PTM pada sesi kedua.

Selain ada PTM, pada saat yang bersamaan juga dilangsungkan hybrid learning. Sejumlah siswa tetap mengikuti pembelajaran secara virtual dari rumah masing-masing. Baik ketika sesi pertama maupun sesi kedua. ”Pembagian berdasar nomor absensi,’’ papar Yusuf.

Bagaimana teknisnya? Setiap siswa dibagi sesuai nomor urut dalam daftar presensi. Misalnya, siswa nomor urut 1–8 hari ini mengikuti PTM sesi pertama.

Berikutnya, siswa nomor urut 9–16 mengikuti pembelajaran sesi pertama secara virtual. Selanjutnya, siswa dengan nomor presensi 17–24 mengikuti PTM sesi kedua. Adapun siswa nomor presensi 25–32 ikut pembelajaran sesi kedua via daring.

Nah, PTM hari berikutnya dilanjutkan oleh siswa yang kemarin mengikuti pembelajaran daring. Sementara itu, siswa yang hari ini ikut PTM gantian mengikuti pembelajaran jarak jauh (PJJ) dari rumah.

”Gantian. Satu hari PTM, satu hari di rumah,’’ jelas Yusuf. Pengurangan jumlah siswa yang masuk PTM dilakukan agar tidak menimbulkan klaster sekolah.

Kepala SMPN 15 Surabaya Shahibur Rachman mengatakan bahwa sebagai penyelenggara pendidikan, sekolah tetap mendukung kebijakan tersebut.

”Sekolah tidak dalam posisi setuju atau tidak setuju. Ini kan untuk kebaikan bersama dan melalui kajian para ahli,’’ kata Rachman.

Dengan kapasitas siswa hanya 25 persen per kelas, para guru bisa leluasa mengawasi siswa. Potensi terjadinya penumpukan akan terurai karena berkurangnya kapasitas siswa. ”Sekolah justru lebih aman,’’ katanya.

Selain itu, pihak sekolah akan terus memantau kondisi siswa. Pemantauan dilakukan per kelas. Setiap wali kelas membuat WA group untuk memantau kondisi siswa.

Di dalamnya juga tergabung para wali murid. Pagi sebelum jam masuk sekolah, wali kelas akan mengecek kondisi siswa.

Apakah ada siswa yang kondisinya kurang fit. Misalnya, mengalami batuk, meriang, atau flu. Jika sakit, siswa diizinkan tidak mengikuti PTM.

Silahkan berkomentar
Artikulli paraprakUsut Dugaan Penimbunan 1 Juta Kg Minyak Goreng di Sumut
Artikulli tjetërWE ARE HIRING! BARBERMAN/KAPSTER

5 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini