Surabaya – Penerapan kembali sekolah daring di Surabaya ternyata membawa cerita lain di balik layar. Jika di satu sisi pembelajaran online dianggap solusi praktis, di sisi lain banyak orang tua—terutama emak-emak—yang justru kewalahan mendampingi anak belajar dari rumah.

baca juga : Harga Buyback Emas Antam Naik Dekati Rekor, Sentuh Rp1,882 Juta per Gram

Emak-Emak: “Rasanya Ikut Sekolah Lagi”

Keluhan muncul karena anak-anak seringkali sulit fokus saat mengikuti kelas online. Ada yang cepat bosan, lebih suka main gawai, atau bahkan sibuk ngemil di depan layar.

“Rasanya saya ikut sekolah lagi. Anaknya malah main, gurunya ngomong nggak didengar. Jadi saya yang stres,” ujar Siti (34), warga Bulak Banteng, Surabaya, sambil tertawa getir.

Di Rungkut, Ratna (39) menghadapi masalah berbeda: kuota internet yang cepat habis. “Sehari bisa habis dua kali isi paket. Kalau dua anak daring bersamaan, biayanya lumayan bikin pusing,” keluhnya.

Guru Pun Merasa Serba Terbatas

Beban tak hanya dirasakan orang tua. Guru di Surabaya juga mengaku kesulitan menyampaikan materi lewat daring. Banyak siswa diam saja karena malu menyalakan kamera atau terkendala sinyal.

“Kalau tatap muka, gampang mengukur pemahaman anak. Kalau daring, seringnya mereka pasif, kadang tiba-tiba hilang karena jaringan jelek,” kata Wati, guru SD di Surabaya Timur.

baca juga : Marc Márquez, “Berkah” Ducati yang Justru Jadi Batu Sandungan Bagi Bagnaia

Efek Psikologis pada Anak

Menurut psikolog pendidikan Unesa, Dr. Heryanto, sekolah daring dalam jangka panjang bisa menimbulkan kejenuhan. Anak jadi kurang interaksi dengan teman sebaya, dan jika orang tua sering marah saat mendampingi, anak bisa menganggap belajar sebagai hal yang menegangkan.

“Orang tua perlu memberi jeda, jangan sampai suasana belajar di rumah jadi penuh tekanan. Pendekatan yang menyenangkan lebih efektif,” jelasnya.

Upaya Pemerintah Kota Surabaya

Pemerintah Kota Surabaya menyadari keresahan masyarakat. Dinas Pendidikan Surabaya menyatakan tengah menyiapkan ruang belajar bersama di balai RW dengan fasilitas wifi gratis, serta membuka posko belajar untuk siswa yang kesulitan.

“Kami tahu sekolah daring bukan hal mudah. Karena itu, kami berusaha hadir dengan solusi agar orang tua tidak terbebani,” ujar Kepala Dispendik Surabaya, Yusuf Masruh.

Sekolah daring memang jadi alternatif di tengah situasi tertentu, namun efek sampingnya nyata: emak-emak merasa ikut jadi murid, guru harus lebih kreatif, dan anak dituntut menjaga semangat.

Tantangan ini menunjukkan bahwa pembelajaran digital perlu dukungan serius—baik dari sekolah maupun pemerintah—agar tujuan pendidikan tercapai tanpa membuat orang tua “puyeng” setiap hari.

Artikulli paraprakHarga Buyback Emas Antam Naik Dekati Rekor, Sentuh Rp1,882 Juta per Gram
Artikulli tjetërAlex Marquez Hentikan Dominasi Marc Marquez di MotoGP Catalunya 2025

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini