Foto: Infografis/ IHSG Sepekan/ Edward Ricardo
  • Pasar keuangan Indonesia mayoritas mencatatkan kinerja positif kemarin tetapi IHSG jeblok
  • Bursa Wall Street melanjutkan rally setelah inflasi AS melandai
  • Kebijakan suku bunga The Fed akan menjadi perhatian utama pasar hari ini

Warta21.com – Pasar keuangan Indonesia ditutup tak kompak kemarin. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ambruk. Namun, rupiah dan Surat Berharga Negara (SBN) mencatatkan kinerja positif.

Pasar keuangan Tanah Air diharapkan kompak menghijau hari ini  sejalan dengan banyaknya sentimen positif. Selengkapnya mengenai proyeksi pergerakan pasar dan sentimen hari ini .

IHSG ditutup melemah 0,05% pada perdagangan Selasa (13/6/2023) ke posisi 6.719,01. Pelemahan berbanding terbalik dengan penguatan sebesar 0,42% pada Senin.
Sebanyak 237 saham menguat, 291 anjlok, sementara 219 lainnya stagnan.

Nilai transaksi mencapai sekitar Rp 9,9 triliun dengan melibatkan 20,6 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 1,53 juta kali.
Namun, investor asing mencatatkan net sell sebesar Rp 115,33 miliar, lebih kecil dibandingkan hari sebelumnya yang tercatat Rp 659,94 miliar.

IHSG sebenarnya dibuka menguat tipis 0,02% tetapi kemudian berbalik melemah. Indeks ditutup melemah 0,18% pada sesi I dan tak mampu membalikkan arah hingga akhir perdagangan.

Sembilan sektor melemah pada perdagangan kemarin. Sektor energi melemah 0,4%, keuangan terkoreksi 0,08%, industrial melemah 0,12%, infrastruktur melemah 0,28%, dan barang konsumsi primer melemah 0,78%.

Sektor properti melemah 0,68%, energi melemah 0,40%, barang baku melemah 0,92%, teknologi melemah 0,21% dan transportasi melemah 1,21%. Sedangkan untuk konsumsi non primer naik 0,39% dan kesehatan naik 0,22%.

Di antara saham yang melonjak adalah PT Mitra Pack Tbk (PTMP) yang terbang 31,65%, PT Bintang Samudera Mandiri Lines Tbk (BSML) yang melonjak 25,79%, dan PT Jaya Swarasa Agung Tbk (TAYS) yang menguat 22,73%.

Sejumlah sentimen positif sebenarnya membayangi pergerakan IHSG kemarin. Di antaranya adalah impresifnya kinerja Wall Street hingga ekspektasi melunaknya kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed).

Namun, IHSG tetap melemah karena sikap hati-hati pelaku pasar menunggu data inflasi AS yang diumumkan Selasa malam waktu Indonesia. Data tersebut akan menjadi pertimbangan bagi untuk memutuskan kebijakan moneternya pada hari ini, Rabu (14/6/2023).

Ambruknya harga batu bara serta jeleknya hasil data penjualan eceran dalam negeri ikut membuat IHSG loyo.

Survei Bank Indonesia (BI) menunjukkan Indeks Penjualan Riil (IPR) tumbuh sebesar 1,5% (year on year/yoy) sementara pada Mei 2023 diproyeksi tumbuh 0,02% (yoy) tetapi kontraksi sebesar 3,6% (month to month/mtm).

Penurunan kinerja penjualan terjadi pada seluruh kelompok, terutama pada subkelompok sandang, kelompok Makanan, minuman, dan tembakau, serta peralatan informasi dan komunikasi sejalan dengan normalisasi konsumsi masyarakat setelah periode Lebaran.

Pertumbuhan IPR yang hanya 1,5% pada April terbilang di luar kebiasaan. Pasalnya, pada periode tersebut terdapat Lebaran. Pada periode-periode tersebut biasanya IPR akan melonjak.

IPR yang melandai ini dikhawatirkan bisa menjadi sinyal jadi melambatnya belanja masyarakat. Padahal, konsumsi masyarakat menopang 56% Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.

IHSG gagal mengikuti pergerakan bursa Asia yang mayoritas mengalami penguatan kemarin.
Indeks Nikkei 225 Jepang ditutup melejit 1,8%, indeks Hang Seng Hong Kong menguat 0,6%, Shanghai Composite China naik 0,15%, ASX 200 Australia menanjak 0,23%, dan KOSPI Korea Selatan terapresiasi 0,33%.
Sementara untuk indeks Straits Times Singapura ditutup turun 0,16%.


Berbeda dengan IHSG, kinerja rupiah dan SBN malah kinclong. Rupiah ditutup di posisi Rp 14.855/US$1, menguat 0,03% terhadap dolar AS. Penguatan ini menjadi kabar baik setelah rupiah melemah pada hari sebelumnya.

Di pasar Surat Berharga Negara (SBN), yield atau imbal hasil Surat Utang Negara (SUN) tenor 10 tahun turun ke 6,303% atau level terendahnya sejak Februari 2022 atau lebih dari setahun terakhir.

Yield yang turun menandai harga SBN yang semakin mahal karena investor mengincar SBN, terutama investor asing.

Dari Amerika Serikat (AS), bursa Wall Street lagi-lagi mencatatkan kinerja impresif. Ketiga bursa utama mereka kompak mengakhiri perdagangan di zona hijau untuk empat hari beruntun.

Indeks Dow Jones menguat 0,43% atau 145,79 poin ke posisi 34.212,12, indeks Nasdaq menanjak 0,83% atau 111,4 poin ke posisi 13.573,32 sementara indeks S&P 500 terapresiasi 0,69% atau 30,08 poin ke 4.369,01.
Posisi penutupan indeks S&P dan Nasdaq kemarin merupakan yang tertinggi dalam 13 bulan terakhir atau sejak April 2022.

Menghijaunya Wall Street kemarin melanjutkan rally yang sudah berlangsung sejak pekan lalu. Ketiga bursa juga kompak menguat pada perdagangan Kamis pekan lalu atau dalam empat hari perdagangan beruntun.

Saham-saham teknologi tetap menjadi bintang. Saham Nvidia, Apple, dan Oracale naik tajam.
Perusahaan berbasis teknologi dan digital asal China yang terdaftar di bursa AS juga melonjak. Saham Alibaba Group naik 2,16% dan JD.com melesat 3,8%. Saham tersebut naik karena ditopang kebijakan longgar bank sentral China.

Bursa Wall Street terbang setelah inflasi AS turun cukup tajam pada Mei.

Inflasi AS tercatat 4,0 % (year on year/yoy) pada Mei 2023, dari 4,9% (yoy) pada April. Inflasi tersebut adalah yang terendah sejak Maret 2021 atau lebih dari dua tahun terakhir.
Inflasi Mei juga lebih rendah dari ekspektasi pasar (4,1%).

Secara bulanan (month to month/mtm), inflasi AS juga melemah ke 0,1% pada Mei tahun ini, dari 0,4% pada April.
Sementara itu, inflasi inti-di luar kelompok volatile- tercatat 5,3% (yoy) yang merupakan rekor terendah sejak November 2021.

Melandai inflasi AS ditopang oleh turunnya harga energi dan makanan. Harga komoditas energi terkoreksi 11,7% (yoy) pada Mei, jauh lebih dalam dibandingkan koreksi 5,1% pada April.

Inflasi bahan makanan melandai ke 6,7% (yoy) pada Mei, dibandingkan 7,7% (yoy) pada bulan sebelumnya.  Namun, kenaikan masih terjadi pada beberapa komoditas seperti apparel, rumah, dan layanan transportasi.

Inflasi yang turun tajam ini tak pelak langsung meningkatkan ekspektasi pasar mengenai segera melunaknya The Fed.

The Fed tengah menggelar rapat Federal Open Market Committee (FOMC) pada hari ini dan akan mengumumkan kebijakan suku bunga pada hari ini atau Kamis dini hari waktu Indonesia.

The Fed sudah mengerek suku bunga acuan sebesar 500 bps dalam 10 pertemuan beruntun sejak Maret tahun lalu menjadi 5-5,25%.
Berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group, pasar kini melihat probabilitas sebesar 91,9% The Fed akan mempertahankan suku bunga acuannya di 5% – 5,25%.|

Artinya, market sudah hampir yakin sepenuhnya mengenai melunaknya The Fed. Probabilitas ini naik tajam dibandingkan pada sehari sebelumnya yang hanya 76%.

“Inflasi memang masih tinggi tetapi trennya sudah menuju ke arah yang benar dan The Fed sepertinya siap untuk menghentikan kenaikan. Mereka sudah menaikkan suku bunga 10 kali secara beruntun dan mereka ingin melihat dulu dampaknya seperti apa,” tutur Chris Zaccarelli, chief investment officer Independent Advisor Alliance, dikutip dari CNN Business.

Head of investment strategy dari SoFi, Liz Young, juga meyakini The Fed akan segera menahan suku bunga.
“Jika The Fed menentukan kebijakan berdasarkan data, mereka saat ini bisa berkata “Kami akan menahan suku bunga pada Juni”. Saya pikir mereka sudah mendapatkan apa yang mereka inginkan,” tutur dikutip dari Reuters.

 

Namun Liz Yong mengingatkan inflasi masih dua kali lebih tinggi dibandingkan target The Fed yang berada di kisaran 2%.
“Kondisi ini membuka dua peluang. Pasar sudah dalam kondisi bullish jika Anda melihat inflasi sudah turun jauh dari. Pasar tetap dalam kondisi bearish jika Anda melihat inflasi masih dua kali lebih tinggi dibandingkan target The Fed,” imbuh Liz

Pasar keuangan Tanah Air bakal diguyur banyak sentimen positif pada hari ini, terutama yang datang dari luar negeri. Beberapa sentimen positif tersebut adalah melandainya inflasi AS serta kebijakan longgar bank sentral China.

Namun, sentimen terbesar dan terpenting hari ini adalah keputusan The Fed mengenai kebijakan suku bunga mereka.
The Fed akan menggelar konferensi pers terkait kebijakan suku bunga pada Rabu waktu AS atau Kamis dini hari pukul 01:30 WIB.

Seperti diketahui, inflasi AS melandai ke 4,0 % (yoy) pada Mei 2023, dari 4,9% (yoy) pada April. Inflasi tersebut adalah yang terendah sejak Maret 2021 atau lebih dari dua tahun terakhir.

Inflasi sudah jauh lebih rendahnya dari 9,1% (yoy) pada Juni 2022 yang merupakan rekor tertingginya dalam 40 tahun lebih. Inflasi AS juga melemah ke 0,1% (mtm) pada Mei tahun ini, dari 0,4% pada April.
Kendati demikian, inflasi inti hanya turun tipis menjadi 5,3 % (yoy) dari 5,5% (yoy) pada April.

Melandainya inflasi ini disambut gembira pasar karena menjadi modal penting bagi The Fed dalam menentukan kebijakan. Dengan inflasi yang melandai maka ada harapan The Fed akan segera mengakhiri kenaikan suku bunga pada rapat FOMC hari ini, Rabu (14/6/2023).

The Fed sudah mengerek suku bunga sebesar 500 bsp sejak Maret 2022 menjadi 5-5,25% yang merupakan level tertingginya sejak 2006 silam. Selain inflasi yang melandai, sejumlah data-data terbaru AS juga menunjukkan jika ekonomi AS melambat.

Indeks PMI non-manufaktur AS atau sektor jasa melandai ke 50,4 pada Mei 2023, dari 51,9 pada April. Indeks juga berada di posisi terendahnya dalam lima bulan terakhir.
PMI manufaktur AS juga jeblok ke 48,4 pada Mei, dari 50,2 pada April. Dengan PMI ada di angka 48,4 maka aktivitas manufaktur AS kini sedang fase kontraksi.

Jumlah pegawai AS yang mengajukan klaim pengangguran bertambah 261.000 pada pekan yang berakhir pada 3 Juni 2023. Jumlah tersebut merupakan yang tertinggi sejak Oktober 2021.
Tingkat pengangguran AS juga naik menjadi 3,7% pada Mei yang merupakan rekor tertinggi sejak Oktober 2022.

Data-data tersebut menunjukkan jika dampak suku bunga The Fed sudah terlihat pada ekonomi AS. Suku bunga yang jauh lebih tinggi dari saat ini akan membuat ekonomi AS masuk ke jurang resesi.

Padahal, The Fed selalu berkeinginan untuk menyeimbangkan tujuan mereka yakni memerangi inflasi tetapi juga membuat ekonomi AS tidak terkoreksi tajam.

Ekonomi AS memang masih tumbuh kencang yakni 1,6% (yoy) pada kuartal I-2023, lebih tinggi dibandingkan 0,9% (yoy). Penambahan lapangan kerja juga masih sangat besar yakni 339.000 pada Mei 2023.

Kenaikan upah pegawai AS juga masih tinggi yakni 4,3% pada Mei, dari 4,4% pada bulan sebelumnya. Namun, jika The Fed tetap menaikkan suku bunga maka ada risiko perlambatan ekonomi yang lebih dalam bahkan resesi.
Goldman Sachs memproyeksikan ada probabilitas sebesar 25% AS akan mengalami resesi 12 bulan ke depan.

“Inflasi tak bisa turun sesuai target The Fed yakni 2% tetapi suku bunga yang tinggi akan menurunkan aktivitas bisnis dan menaikkan ongkos pinjaman yang dibayar rumah tangga. Kondisi ini bisa membawa ekonomi ke resesi,” tutur PNC Financial Services, dikutip dari CNN Business.

Ekonom juga berharap The Fed akan memberi pernyataan yang lebih jelas mengenai tone kebijakan suku bunganya.
“Komunikasi The Fed akan menjadi hal yang sangat penting karena itu akan menjawab tanda tanya (mengenai kebijakan The Fed) dan akan menjadi pegangan market dalam mengelola ekspektasi ke depan,” tutur Ryan Sweet, kepala ekonom Oxford Economics, dikutip dari Reuters.

Senior ekonom Wells Fargo, Sarah Watt House, mengingatkan bahwa masih ada kemungkinan The Fed menaikkan suku bunga pada hari ini dan pasar harus siap untuk itu.
“Inflasi yang melandai adalah hal yang bagus tetapi saya pikir The Fed akan tetap pada kebijakannya (membawa inflasi 2%). Tidak mudah mengubah stance kebijakan” ujarnya, dikutip New York Times.

Berbeda dengan kebijakan The Fed yang masih ditunggu, bank sentral China sudah dulu memberi kabar positif.

Bank sentral China (People’s Bank of China/PBoC) secara mengejutkan memangkas suku bunga seven-day reverse repurchase rate sebesar 10 basis poin menjadi 1,9%, pada Selasa kemarin. Pelonggaran kebijakan moneter ini menjadi yang pertama dilakukan PBoC sejak Agustus tahun lalu.
Dengan memangkas suku bunga maka PBoC menambah likuiditas sebesar dua miliar yuan (US$ 279,97 juta) ke perekonomian.

Langkah tersebut dilakukan untuk menggerakkan ekonomi China yang tengah lesu.
Stimulus China diharapkan ikut menggerakkan ekonomi China dan Asia. Tiongkok adalah motor utama ekonomi di Asia sehingga apapun yang terjadi di sana akan berdampak ke banyak negara, termasuk Indonesia.

Michael Pettis, profesor finansial Guanghua School of Management di Peking University yang berlokasi di Beijing bahkan memprediksi pertumbuhan China tidak akan lebih tinggi dari 2% – 3% dalam beberapa tahun ke depan jika melakukan penyeimbangan ekonomi.

Direktur Pelaksana Dana Moneter International (IMF) Kristalina Georgieva pada akhir Maret lalu juga mendesak agar China segera melakukan penyeimbangan ekonomi, dari pertumbuhan yang ditopang oleh investasi ke konsumsi domestik.

Lesunya ekonomi China terlihat dari aktivitas ekspos impor serta PMI manufaktur. Ekspor China terkontraksi 7,5% (yoy) pada April tahun ini sementara impor terus terkoreksi.
PMI Manufaktur China juga terjun dari 52,6 pada Februari menjadi 48,8 pada Mei tahun ini.
Kondisi ini bisa berdampak serius kepada China dan negara mitra dagang mereka, termasuk Indonesia.

Di tengah banyaknya sentimen positif, harga batu bara bisa membebani bursa saham Indonesia karena harganya yang terus turun.

Harga batu bara sudah melemah tiga hari beruntun dengan pelemahan 5%. Menurunnya harga batu bara bisa membebani saham emiten batu bara seperti PT Bukit Asam (PTBA), PT Bayan Resources (BYAN) hingga PT Adaro Energy Indonesia (ADRO).

Dari dalam negeri, sentimen positif datang dari produksi rokok.
Data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan menunjukkan produksi rokok pada Mei 2023 mencapai 26,20 miliar batang. Jumlah tersebut melonjak 34,22% dibandingkan bulan sebelumnya.
Produksi rokok pada Mei tahun ini juga melesat 78,96% dibandingkan Mei tahun lalu.

Produksi rokok diharapkan meningkat menjelang masa kampanye pemilihan umum (pemilu) 2024 yang akan mulai digelar November 2023. Secara historis, produksi rokok biasanya melonjak menjelang kampanye pemilu.

Pada musim kampanye 2019 yang berlangsung pada September hingga April, rata-rata produksi rokok mencapai 29,6 miliar batang. Padahal, pada periode September 2017-April 2018 hanya tercatat 24,36 miliar batang.

Melonjaknya permintaan rokok pada Mei dan diperkirakan jelang pemilu akan banyak menguntungkan produsen rokok.

Perusahaan seperti HM Sampoerna, PT Gudang Garam, PT Djarum, PT Indonesian Tobacco, PT Bentoel Internatioal Investama, dan Wismilak Inti Makmur adalah sedikit produsen rokok yang akan diuntungkan jika permintaan rokok terus naik ke depan.

* Agenda ekonomi
* AS akan merilis data indeks harga produsen (19:30 WIB)

* The Fed akan mengumumkan kebijakan moneter (Kamis 01:00 WIB)

Agenda perusahaan

* Tanggal Pembayaran Dividen Tunai PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT)

* Tanggal Pembayaran Dividen Tunai PT Budi Starch & Sweetener Tbk (BUDI)

* Tanggal Pembayaran Dividen Tunai Selamat Sempurna Tbk (SMSM)

* Tanggal ex Dividen Tunai PT Emdeki Utama Tbk (MDKI)

* RUPS Rencana PT Black Diamond Resources Tbk (COAL)

* RUPS Rencana PT Darma Henwa Tbk Ruang Gerbera/ (DEWA)
* RUPS Rencana PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK)

* RUPS Rencana PT Hillcon Tbk

* RUPS Rencana PT Tiga Perkasa Tbk (JTPE)

* RUPS Rencana PT Kobexindo Tractors Tbk (KOBX)(

* RUPS Rencana PT Lautan Luas Tbk (LTLS)
* RUPS Rencana PT M Cash Integrasi Tbk (MCAS)

* RUPS Rencana PT NFC Indonesia Tbk (NFCX)

* RUPS Rencana PT Minna Padi Investama Sekuritas Tbk (PADI)

* RUPS Rencana PT Penta Valent Tbk (PEVE)

* RUPS Rencana PT Surya Citra Media Tbk (SCMA)

* RUPS Rencana PT Solusi Sinergi Digital Tbk (WIFI)

Berikut indikator ekonomi terbaru:

Sanggahan:Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

Sumber : cnbcindonesia.com

Baca Juga : Harga emas melemah di tengah sikap was-was pasar menunggu dua agenda penting dari Amerika Serikat (AS)

 

Silahkan berkomentar
Artikulli paraprakMahfud Sebut Utang Belum Pasti Dibayar, Ini Kata Jusuf Hamka
Artikulli tjetërBandara Juanda akan Menerapkan Aturan Baru Perjalanan Udara

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini