Di Balik Libur Nasional, Sektor Informal Bertanya: “Kami Libur Juga?”

Agustus 2025 membawa angin segar bagi banyak pekerja formal di Indonesia. Setelah Juli yang sunyi tanpa hari libur, pemerintah menetapkan Senin, 18 Agustus sebagai cuti bersama nasional dalam rangka memperingati HUT ke-80 Republik Indonesia. Tapi di balik euforia kalender merah, ada suara-suara yang nyaris tak terdengar: suara dari sektor informal.

Ketimpangan Libur: Siapa yang Benar-Benar Bisa Istirahat?

Bagi pekerja formal, cuti bersama adalah hak. Tapi bagi jutaan pekerja informal—pedagang kaki lima, sopir ojek online, buruh harian, dan pelaku UMKM—libur berarti tidak ada pemasukan. Mereka hanya dibayar jika bekerja. Tak ada THR, tak ada jaminan sosial, dan tentu tak ada cuti bersama.

Tertarik baca berita lainnya, kunjungi kami di googlenews

“Kalau saya ikut libur, dapur nggak ngebul. Tapi kalau tetap jualan, pembeli sepi karena semua orang libur.”
— Siti, pedagang gorengan di Jakarta

Fenomena ini menciptakan ketimpangan akses terhadap hak kerja yang layak. Libur nasional menjadi simbol kemewahan yang tak semua orang bisa nikmati.

Dunia Usaha: Antara Stimulus dan Stagnasi

Dari sisi ekonomi makro, cuti bersama bisa jadi stimulus. Sektor pariwisata, kuliner, dan transportasi mengalami lonjakan aktivitas. Perputaran uang meningkat, dan lapangan kerja sementara tercipta.

Baca Juga: Dari Magetan ke Mabes: Komjen Dedi Prasetyo Naik Tahta Jadi Wakapolri

Namun, bagi sektor produksi dan logistik, libur panjang adalah tantangan. Penurunan produktivitas, gangguan rantai pasok, dan biaya operasional tetap berjalan meski pendapatan menurun. UMKM paling rentan: mereka kehilangan momentum bisnis dan tak punya buffer untuk menutup kerugian.

Pemerintah di Tengah Dilema

Pemerintah berada di persimpangan: antara memberi apresiasi kepada rakyat dan menjaga stabilitas ekonomi. SKB Tiga Menteri yang menetapkan cuti bersama adalah bentuk penghargaan terhadap kontribusi masyarakat. Tapi tanpa pengelolaan yang cermat, kebijakan ini bisa menciptakan ketimpangan baru.

https://lynk.id/warta21_/G8l5KwK

Refleksi: Libur Nasional Harusnya Inklusif

Cuti bersama bukan sekadar soal tanggal merah. Ia adalah cerminan dari bagaimana negara memperlakukan seluruh lapisan masyarakat. Jika libur hanya bisa dinikmati oleh segelintir, maka makna “kemerdekaan” belum sepenuhnya merata.

 

Artikulli paraprakTumbang Tanpa Perlawanan: Timnas Putri Indonesia Dibekuk Thailand 0-7 di Piala AFF 2025
Artikulli tjetërLiga 1 Belum Beres: Empat Klub, 15 Pemain, Rp 4,3 Miliar

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini