Foto: Boredpanda

Warta21.com –Apakah detikers pernah melihat sebuah benda nampak mirip wajah manusia atau hewan? Secara istilah, hal tersebut dinamakan sebagai wajah pareidolia.

Bahkan, tidak hanya ilusi rupa manusia yang dilihat, terkadang kita bisa memberinya usia, jenis kelamin, dan emosi. Berdasarkan studi baru, wajah-wajah pareidolia tersebut kebanyakan dianggap sebagai sosok laki-laki dibanding perempuan.

Hal tersebut dibuktikan lewat penelitian yang dilakukan oleh psikolog dari University of Queensland, Jessica Taubert.

“Hasil kami menunjukkan bias yang mencolok dalam persepsi gender, dengan lebih banyak wajah ilusi yang dianggap laki-laki daripada perempuan,” kata Taubert dikutip dari Science Alert.

Penelitian yang ia lakukan bertujuan untuk memahami apakah contoh pareidolia wajah membawa jenis sinyal sosial yang biasanya ditransmisikan oleh wajah, seperti ekspresi dan jenis kelamin biologis.

“Besarnya perbedaan gender ini sangat besar: 90 persen gambar wajah ilusi memiliki peringkat rata-rata laki-laki, sementara hanya 9 persen gambar memiliki peringkat rata-rata perempuan,” tulisnya dalam laporan.

Otak Membuat Jalan Pintas
Pemikiran seseorang tentang pareidolia merupakan bentuk dari bias persepsi yang cukup umum. Hal ini terjadi saat otak manusia membuat jalan pintas untuk mencoba dan memahami apa yang kita lihat.

“Kita tahu ketika kita melihat wajah pada objek, ilusi ini diproses oleh bagian otak manusia yang dikhususkan untuk memproses wajah asli, jadi secara teori, pareidolia wajah ‘membodohi otak’,” kata Taubert.

Ekspresi Wajah sebagai Komunikasi Sosial
Di waktu lain, psikolog dari University of Sydney, David Alais melakukan penelitian tentang ekspresi wajah yang disebut pareidolia ini. Ia dan rekannya meminta 17 sukarelawan melihat serangkaian lusinan wajah manusia dan ilusi yang diulang beberapa kali.

Kemudian mereka diminta menilai kekuatan emosi di masing-masing wajah lewat perangkat lunak komputer yang sama. Hasilnya menunjukkan bahwa sebagian besar seperti setuju dengan ekspresi yang ditunjukkan oleh wajah pareidolia.

Wajah bahagia membuat kita lebih mungkin melihat wajah bahagia berikutnya. Dengan adanya bias ini, menunjukkan bahwa otak memprosesnya dengan cara yang sama dan menggunakan jaringan saraf yang serupa.

“Wajah pareidolia tidak dibuang sebagai deteksi palsu tetapi menjalani analisis ekspresi wajah dengan cara yang sama seperti wajah asli,” kata Alais.

Para peneliti setuju bahwa ekspresi wajah tersebut merupakan bentuk komunikasi sosial. Dengan begitu, manusia tidak pernah berhenti menilai wajah dan ekspresi yang dimiliki seseorang.

Pada manusia, ekspresi wajah ini dapat menentukan situasi apa yang sedang kita hadapi dan apa yang harus dilakukan selanjutnya. Sehingga, otak bisa belajar dengan cepat dan menangkap informasi ekspresi wajah tersebut seperti hidup dan dimiliki oleh makhluk hidup.

Sumber : detik.com

Baca Juga : WhatsApp Punya Fitur Baru, Kini Bisa Kirim Video Secara Langsung

Artikulli paraprakWhatsApp Punya Fitur Baru, Kini Bisa Kirim Video Secara Langsung
Artikulli tjetërPonpes soal Santriwati di Magetan Tenteng Airsoft Gun: Simulasi Ekskul

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini