JAKARTA, Warta21.com – Kuasa hukum dari anggota laskar Front Pembela Islam (FPI) yang tewas ditembak, Aziz Yanuar, mengaku tidak kaget dengan keputusan hakim yang melepaskan dua terdakwa kasus unlawful killing itu dari segala tuntutan.
Keputusan hakim yang melepaskan kedua terdakwa itu dibacakan pada Jumat (18/3/2022) siang tadi dalam sidang putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
“Kita sudah jauh hari menduga sejak awal,” kata Aziz kepada Kompas.com, Jumat sore.
Mantan pengurus FPI ini mengatakan, sejak awal proses hukum kasus ini berjalan, sudah banyak kejanggalan yang terjadi.
Ia juga tidak bisa menerima alasan majelis hakim yang melepas kedua anggota polisi itu dengan alasan bahwa penembakan yang dilakukan merupakan upaya membela diri.
“(Alasan) itu sesat dan dijadikan instrumen untuk menjustifikasi dugaan pembunuhan,” kata Aziz. Saat ditanya apakah ada langkah hukum lanjutan yang akan ditempuh, Aziz mengaku sampai saat ini pihaknya belum memiliki rencana lebih jauh.
“Hukum dunia sementara tidak ada,” ujarnya.
Kedua terdakwa yang divonis lepas itu yakni Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda Yusmin. Majelis hakim dalam putusannya menyatakan kedua terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan hingga membuat orang meninggal dunia.
Namun, kedua terdakwa tidak dijatuhi hukuman karena alasan pembenaran, yakni menembak untuk membela diri, sebagaimana disampaikan dalam pleidoi atau nota pembelaan kuasa hukum.
“Menyatakan perbuatan terdakwa, sebagaimana dalam dakwaan primer penuntut umum, dalam rangka pembelaan terpaksa melampaui batas,” kata hakim ketua Muhammad Arif Nuryanta dalam sidang di PN Jaksel, Jumat.
“Menyatakan kepada terdakwa tidak dapat dijatuhi pidana karena adanya alasan pembenaran dan pemaaf,” lanjut hakim.
Sebelumnya, Briptu Fikri dan Ipda Yusmin dituntut enam tahun penjara dalam sidang tuntutan pada 22 Februari 2022.
“Menuntut agar majelis hakim PN Jakarta Selatan yang memeriksa, mengadili perkara ini, untuk menyatakan terdakwa secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan,” sebut jaksa, dikutip dari Tribunnews.com.
Dalam tuntutannya, jaksa menyebutkan, Yusmin dan Fikri sebagai anggota kepolisian telah abai dalam menggunakan senjata api.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama enam tahun dengan perintah terdakwa segera ditahan,” ucap jaksa.
Tim kuasa hukum kedua terdakwa kemudian memutuskan untuk mengajukan pleidoi atas tuntutan tersebut.
Didakwa menganiaya sampai tewas
Briptu Fikri dan Ipda Yusmin sebelumnya didakwa melakukan penganiayaan yang menyebabkan kematian empat laskar FPI.
Surat dakwaan dibacakan jaksa dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 18 Desember 2021.
“Akibat perbuatan terdakwa bersama-sama dengan saksi Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda Elwira Priadi Z (almarhum) mengakibatkan meninggalnya Lutfil Hakim, Akhmad Sofiyan, M Reza, dan Muhammad Suci Khadavi Poetra,” ujar jaksa.
Dalam surat dakwaan, jaksa menjelaskan peran Briptu Fikri bersama dua terdakwa lainnya. Briptu Fikri disebut termasuk salah satu orang yang menyebabkan tewasnya empat laskar FPI.
Empat laskar FPI tersebut ditembak di mobil Daihatsu Xenia warna silver bernopol B-1519-UTI. Sebelum persidangan berjalan, jumlah tersangka dalam perkara ini mulanya ada tiga.
Namun, satu tersangka, yakni Ipda Elwira Priadi Z, meninggal dunia pada 4 Januari 2021. Penyidikan terhadap Elwira kemudian dihentikan.
Adapun peristiwa penembakan itu terjadi di Km 50 Tol Jakarta-Cikampek pada 7 Desember 2020. Penembakan yang dilakukan oleh Briptu Fikri dan Ipda Yusmin berawal dari tak hadirnya Muhamad Rizieq Shihab dalam pemeriksaan sebagai saksi terkait kasus pelanggaran protokol kesehatan untuk kedua kalinya.
Polda Metro Jaya menerima informasi dari masyarakat dan media sosial yang berisi simpatisan Rizieq Shihab bakal menggeruduk Mapolda Metro Jaya serta melakukan aksi anarkistis.
Polda Metro Jaya memerintahkan sejumlah anggotanya menyelidiki rencana penggerudukan tersebut. Dalam kegiatan penyelidikan, anggota kepolisian mendapatkan perlawanan dan tindakan kekerasan dari pihak anggota Laskar FPI.
Perlawanan tersebut kemudian diakhiri dengan penembakan empat Laskar FPI dari dekat oleh almarhum Ipda Elwira dan Briptu Fikri.
Kronologi penembakan termaktub dalam surat dakwaan untuk dua terdakwa atas dugaan kasus unlawful killing.