Warta21.com – Dua pelaku begal bersajam yang telah beraksi di 15 TKP di Surabaya masih berumur anak-anak. Alhasil, walaupun sudah beraksi di banyak lokasi dan membawa senjata tajam, keduanya diproses dengan aturan hukum khusus anak-anak yang tertera di Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA).
Kapolsek Lakarsantri, Kompol Hakim menjelaskan, pelaku pembegalan di Lakarsantri, Surabaya pada Kamis (22/06/2023) kemarin beranggotakan 3 orang dalam satu komplotan. Mereka adalah Yunus (19) warga Tambak Gringsing, Pabean Cantikan, KS (16) warga Balongsari, Tandes dan PR (17) warga Karangpoh, Tandes. Yunus telah ditahan di Polsek Lakarsantri sedangkan, dua lainnya telah dititipkan di Bapas (balai pemasyarakatan) karena Polsek Lakarsantri tidak mempunyai sel khusus anak.
Dalam komplotan itu, otak dari aksi pembegalan di 15 TKP di Surabaya adalah Yunus. Ia yang mengajak kedua anak-anak KS dan PR untuk melakukan aksi pembegalan. Dalam menjalankan aksinya, mereka tidak segan melukai korban dengan senjata tajam yang mereka siapkan. Agar mereka berani melukai korban, sebelum menjalankan aksi pembegalan, mereka bertiga pesta miras terlebih dahulu.
“Yang anak-anak sudah kita lakukan proses sesuai dengan ketentuan, aturan hukumnya, kita titipkan di bapas, dan satu masih di kita tahan di Polsek,” ujar Hakim, Selama (11/07/2023).
Sementara itu, Sulkhan Alif ketua Surabaya Children Crisis Center (SCCC) menjelaskan jika sesuai dengan aturan hukum UU SPPA Anak dapat ditangkap dan ditahan di kepolisian, tetapi dengan catatan polsek punya tempat khusus untuk anak. Apabila tidak ada harus dititipkan di LPKS seperti marsudi putra atau shelter milik pemerintah kota Surabaya. Upaya pemidanaan itu juga upaya terakhir ketika nanti di persidangan terbukti anak tersebut melakukan tindakan pidana.
“Sebelum pemidanaan perlu dipertimbangkan ada hukuman pokok yang lain, seperti pembinaan dalam lembaga, pelatihan kerja dll yang paling terakhir adalah penjara,” ujar Alif.
Sulkhan Alif menambahkan jika Peran bapas cukup penting dalam peradilan anak. Bapas berfungsi untuk melakukan penelitian masyarakat yang untuk mengeluarkan rekomendasi hukum. Nantinya rekomendasi tersebut dijadikan hakim dalam pertimbangan di putusan nanti.
“Jadi dalam SPPA itu diatur banyak pihak untuk mengurus anak yang berhadapan dengan hukum,” tutur Alif.
Menurut Sulkhan, UU SPPA ini bertujuan untuk memberikan jaminan terhadap hak-hak anak. Seperti Hak untuk rehabilitasi psikologi dan hak pendidikan walau nantinya menjalani masa hukuman pidananya. Walaupun nanti terbukti di pengadilan bersalah, namun dua pelaku begal di Lakarsantri yang telah beraksi di 15 TKP tetaplah anak-anak yang haknya harus dipenuhi.
“Mulai dari proses pemeriksaan itukan ada aturannya harus didampingi keluarga dan psikolog atau pekerja sosial,” imbuh Alif.
Bahkan, anak yang berhadapan dengan hukum juga mendapatkan hak tuntutan hukuman pidana yang hanya separuh dari pidana orang dewasa.
“Jika terbukti nantinya melanggar pasal 365 KUHP ya tuntutannya tidak boleh lebih dari 5 tahun karena kan pasal 365 KUHP itu ancaman maksimalnya 10 tahun,” pungkas Alif.
Sumber : beritajatim.com
Baca Juga : Buka Posko Aduan PPDB, Legislator Nasdem Surabaya Minta Dispendik Buka Data Kuota PPDB