Jakarta, CNN Indonesia — Presiden Iran Ebrahim Raisi mengusulkan negara-negara Arab untuk mengembargo minyak Israel sebagai salah satu hukuman atas agresi ke Jalur Gaza Palestina sejak 7 Oktober.
Raisi menilai kecaman tak cukup untuk menghentikan Israel menggempur Gaza. Usulan tersebut diutarakan Raisi dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) luar biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dan Liga Arab di Riyadh pada Sabtu pekan lalu.

BNamun, gagasan tersebut tak disambut hangat oleh negara Arab meski seluruh negara dalam KTT itu kompak mengutuk keras agresi Israel ke Gaza dan mendesak gencatan senjata segera, termasuk Indonesia.

Apa alasan negara Arab menolak usulan embargo minyak Israel?

Pengamat politik internasional di kawasan Timur Tengah dari Universitas Indonesia, Yon Machmudi, mengatakan penolakan ini muncul lantaran negara-negara Teluk lebih dekat dengan Amerika Serikat, sekutu dekat Israel.

Menurut Yon, menjatuhkan sanksi embargo kepada Israel membuat negara Arab seperti Arab Saudi hingga Uni Emirat Arab yang dekat dengan AS cemas akan memicu masalah dengan Negeri Paman Sam.

“Tidak mengadopsi perang militer dan tidak mengadopsi embargo, karena biar bagaimanapun, hubungan teluk dengan Amerika Serikat cukup dekat dibanding dengan Iran yang melakukan konfrontasi,” kata Yon kepada CNNIndonesia.com, Senin (13/11).

Konfrontasi itu misalnya Iran yang dianggap mensponsori konflik agresi Israel di Palestina melalui milisi-milisinya di Timur Tengah seperti Hamas.

Milisi di Lebanon Selatan, Hizbullah, turut menggempur Israel sejak 7 Oktober. Mereka merupakan kelompok yang disokong Iran.

Kelompok yang didukung Iran di Yaman, Houthi, juga turut menyerang Israel. Di luar ini, mereka bermusuhan dengan Arab Saudi.

Arab Saudi dan Iran juga sempat putus hubungan selama tujuh tahun sebelum akur kembali di tahun ini.

“Mereka ‘dipaksa’ AS untuk normalisasi dengan Israel. Dengan begitu, mereka tak bisa keras lagi pernyataannya yang berkaitan dengan Palestina,” ungkap Yon.
Negara Arab menolak usulan Iran untuk mengembargo minyak Israel sebagai salah satu ganjaran akibat agresinya ke Jalur Gaza Palestina sejak 7 Oktober lalu.
Negara Arab ‘takut’ hilang cuan
Sementara itu, pengamat hubungan internasional dari Universitas Muhammadiyah Riau, Fahmi Salsabila, juga punya pandangan serupa.
“Banyak faktor. [Salah satunya] negara Arab belum lama membuka hubungan diplomatik dengan Israel,” ujar dia.

Fahmi juga mengatakan Uni Emirat Arab enggan rugi jika mereka menerapkan embargo minyak ke Israel.

Lebih lanjut, dia menilai Iran juga memiliki jalan yang berbeda dibanding negara Arab lain.

Iran juga tak punya cukup kekuatan untuk meyakinkan negara di kawasan itu meski sudah rujuk dengan Saudi, selaku pemimpin negara Teluk.

“Ada semacam keengganan karena Iran yang mengusulkan,” lanjut Fahmi.

Dia menerangkan ide Iran sebetulnya “bagus untuk shock terapy” agar Israel berhenti menyerang Palestina.

Negara-negara Arab pernah mengembargo minyak ke sekutu dekat Israel, Amerika Serikat, pada 1973. Langkah ini muncul sebagai bentuk balasan mereka atas keberpihakan AS ke Israel saat Perang Yom Kippur.

Ketika itu, AS mengirim senjata ke Israel untuk membantu mereka melawan Mesir dan Suriah. Raja Saudi Faisal dan anggota lain di Organisasi Pengekspor Minyak (OPEC) lalu membalas.

Mereka menaikkan harga minyak, melarang pengiriman minyak ke Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa serta memangkas produksi sebesar lima persen per bulan, demikian dikutip .

“Senjata minyak” ini lalu memicu gejolak yang cukup besar terutama di Amerika Serikat.

baca juga : Surabaya Mulai Waspada Laporan Demam Berdarah menghadapi transisi iklim

Penolakan embargo minyak ke Israel sempat mencuat pada pertengahan Oktober lalu usai Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amirabdollahian menyampaikan seruan itu.

Empat sumber OPEC mengatakan tak ada pertemuan darurat untuk menanggapi seruan Iran.

“Kami bukan organisasi politik,” kata salah satu sumber dikutip Reuters.

Sumber lain di OPEC juga mengatakan situasi saat ini berbeda dengan setengah abad lalu. Dia menjelaskan bahwa sekarang pembeli utama minyak mentah adalah Asia, bukan lagi negara-negara Barat.

“Lingkungan geopolitik berbeda dibandingkan 50 tahun lalu,” kata sumber OPEC lain soal alasan tak menerapkan embargo minyak.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Dewan Kerja Sama Teluk (GCC), Jasem Al Budaiwi, juga mengatakan mereka berkomitmen terhadap keamanan energi dan tidak boleh menggunakan minyak sebagai senjata.

“GCC bekerja sebagai mitra yang jelas dan jujur sebagai eksportir minyak dengan komunitas internasional dan kami tak bisa menggunakan hal tersebut sebagai senjata dengan cara apa pun,” kata Al Budaiwi.

baca juga : KPU Tetapkan Prabowo-Gibran, Ganjar-Mahfud, dan Anies-Muhaimin Capres-Cawapres 2024

sumber : cnnindonesia.com

Artikulli paraprakKPU Tetapkan Prabowo-Gibran, Ganjar-Mahfud, dan Anies-Muhaimin Capres-Cawapres 2024
Artikulli tjetërPaulo Victor Dihapus, Striker Anyar Tinggal Tunggu Waktu

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini