PAMEKASAN, 9 Agustus 2025 — Dalam laga pembuka BRI Super League yang berlangsung Sabtu malam di Stadion Gelora Madura Ratu Pamelingan, Persis Solo tampil seperti tamu yang tahu diri tapi tetap bawa oleh-oleh: dua gol yang cukup untuk meninggalkan Madura United dalam refleksi panjang. Skor akhir 2-1 menjadi catatan manis bagi “Laskar Sambernyawa” dan babak awal dari wacana baru: bahwa kekuatan asing, jika terintegrasi dengan hati, bisa jadi pemersatu bukan pemecah.

Sho Yamamoto, kapten Persis Solo asal Jepang, menjadi aktor utama. Gol pembuka yang ia cetak bukan sekadar angka di papan skor—ia adalah narasi tersirat tentang kerja lintas kultur yang bisa menjelma jadi prestasi lokal. Satu gol lain dari kompatriotnya melengkapi kemenangan tandang Persis yang juga memperpanjang dominasi atas “Sape Kerrab”: lima kemenangan dalam tujuh laga sejak 2022.

Tertarik baca berita lainnya, kunjungi kami di googlenews

Di luar statistik, laga ini menegaskan nuansa baru: sepak bola Indonesia tak lagi melulu soal bakat lokal vs asing, tapi soal siapa yang mau benar-benar turun ke akar, menyatu, dan membawa semangat juang dari dalam. Yamamoto tak hanya mengisi slot pemain asing; ia mengisi ruang harapan bahwa kultur kerja keras bisa menular ke tribun, ke warung kopi, dan ke bangku cadangan tim nasional.

Baca Juga: Bajul Ijo Terkapar, Laskar Mataram Menangis Bahagia

Dengan kemenangan ini, Persis naik ke posisi ketiga klasemen sementara. Madura United, di sisi lain, harus rela menetap di urutan ke-14—sebuah angka yang bisa jadi titik balik atau justru titik senyap jika tidak segera menyusun ulang ritme dan tujuan.

”Dua pemain Jepang kami bukan hanya teknis, mereka bawa disiplin dan semangat yang nyambung dengan Solo. Ini bukan soal asing atau lokal, tapi soal visi yang sinkron,” ujar pelatih Persis, Leonardo Rúbio, usai pertandingan.

https://lynk.id/warta21_/Q1b9xxp

Sementara di sisi tribun, suara pendukung Madura terdengar lebih lirih tapi tetap bermakna. “Kalah itu sakit, tapi yang bikin lebih sakit adalah ketika semangat kita hilang. Kami nggak marah, kami nunggu Madura bangkit,” kata Amah, pedagang jamu keliling yang rutin nonton dari pagar stadion sejak era ISC.

Dalam keriuhan skor dan sorot kamera, pertandingan ini menyisakan renungan pelan: bahwa kemenangan bukan hanya soal angka, tapi soal siapa yang mampu menjahit semangat dari banyak latar, lalu menjadikannya kesatuan yang bergerak. Dan malam itu, Persis Solo melakukannya dengan cara yang nyaris puitis—tanpa gegap gempita, tapi penuh rasa percaya.

Artikulli paraprakGPT-5: Lebih Pintar, Lebih Cepat, Tapi Masih Bukan Tuhan
Artikulli tjetërBPOM Cabut Izin Edar 21 Produk, Komposisi Tak Sesuai, Risiko Nyata

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini