Surabaya, Warta21 – Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi memastikan bahwa Kota Lama di Surabaya akan menyuguhkan konsep berbeda dibandingkan wisata serupa di beberapa kota lain.
Sebenarnya, wisata sejarah berkonsep bangunan heritage bukanlah hal baru di Indonesia.
Beberapa kota besar telah memiliki wisata serupa lebih dahulu, misalnya adanya Kawasan Wisata Kota Tua Jakarta dan Kota Lama Semarang.
Wali Kota Eri mengungkapkan, revitalisasi Kota Lama Surabaya bertujuan menjadikan Surabaya sebagai kota yang menjaga keberagaman budaya berkelas internasional.

“Kita ingin Surabaya sebagai kota yang maju, modern, humanis, dan berwawasan. Juga, kita tidak melupakan atau meninggalkan sejarah dan budaya,” kata Wali Kota Eri di Surabaya, Rabu (26/6/2024).
Revitalisasi tersebut melibatkan sejarawan, budayawan, lembaga swadaya masyarakat (LSM), hingga masyarakat pegiat sejarah.
“Penataan Kota Lama ini harus dilakukan dengan mengedepankan prinsip gotong royong,” kata mantan Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya ini.
Melalui wisata tersebut, pengunjung tak hanya diajak kembali ke suasana tempo dulu. Namun, juga belajar berbagai hal terkait budaya, gagasan, hingga sejarah di masa perjuangan.
“Kita ingin menawarkan pengalaman melalui kegiatan wisata yang menarik dan edukatif yang bersinergi bersama seluruh elemen masyarakat termasuk pihak swasta,” katanya.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian, dan Pengembangan (Bappedalitbang) Kota Surabaya, Irvan Wahyudrajad menambahkan beberapa detail revitalisasi kawasan Kota Lama.
Kota Lama terdiri dari empat zona bagian. Yakni, zona Arab, Eropa, Melayu, dan Pecinan. Di zaman pendudukan Belanda, kawasan ini menjadi pusat pemerintahan, bisnis, hingga pertukaran budaya. Berbagai etnis pun berkumpul menjadi satu di kawasan ini. Mulai dari etnis Arab, Eropa, Madura, Melayu, Jawa, hingga Tionghoa.
Masing-masing zona tersebut saling terintegrasi antara satu dengan yang lainnya.
“Kota Lama Surabaya adalah wadah peleburan berbagai budaya, di mana harmoni dan toleransi menjadi landasan utama kehidupan masyarakatnya. Di sini, perbedaan bukan menjadi pemisah, melainkan kekuatan pemersatu yang melahirkan kekayaan budaya tak ternilai,” jelas Irvan.
Pemerhati sejarah dari Komunitas Begandring Soerabaia, Nanang Poerwono juga berharap, agar pembangunan Kota Lama tidak hanya sekadar membangun fisik. Namun, juga membangun nilai-nilai kultur dan budaya yang berada di kawasan Kota Lama.
Di zona Eropa, misalnya. Menjadi benteng sebuah kota, penataan kota dibangun secara sistematik dengan memperhatikan apa aja yang dibutuhkan untuk menjadi sebuah kota yang tertib.
Belajar dari hal tersebut, Nanang berharap, pemkot bisa memberi narasi di setiap zona yang berada di kawasan Kota Lama. Dengan begitu, wisatawan yang berkunjung dapat mempelajari nilai-nilai apa saja yang terkandung di dalam setiap zona Kota Lama.
“Pemko bisa menuliskan nilai-nilai yang terkandung di dalam setiap zona. Tujuannya, agar masyarakat bisa belajar dari perwujudan Kota Lama tersebut,” harap Nanang.