Warta21.com – Hubungan China dan Jepang memanas. Pemerintah Presiden Xi Jinping bahkan memberi “hukuman” ke Negeri Sakura.
Hal ini terjadi pasca rencana Tokyo untuk untuk melepaskan air limbah radioaktif yang diolah pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) Fukushima ke laut. Otoritas bea cukai China mengatakan akan melarang impor makanan dari 10 prefektur Jepang atas rencana pembuangan tersebut.
“Otoritas bea cukai China akan melarang impor bahan makanan dari sepuluh prefektur Jepang termasuk Fukushima karena masalah keamanan dan melakukan tes radiasi yang ketat pada makanan dari seluruh Jepang,” kata bea cukai China, seperti dikutip AFP, Jumat (7/7/2023).
“Bea Cukai China akan mempertahankan tingkat kewaspadaan yang tinggi,” kata pihak berwenang dalam pernyataan WeChat, tanpa merinci daftar prefektur Jepang yang terkena larangan tersebut.
Sebagaimana diketahui, Jepang telah mendapatkan restu dari Badan Energi Atom Internasional (IAEA) untuk melakukan pembuangan akumulasi air yang direncanakan Jepang selama puluhan tahun dari fasilitas nuklir Fukushima yang hancur. Ini disetujui karena dianggap memenuhi standar global.
Pelepasan air rencananya akan dimulai musim panas ini tetapi proyek tersebut ditentang oleh beberapa tetangga regional, di mana China secara vokal mengutuk rencana tersebut. Komunitas nelayan juga dilaporkan takut pelanggan akan menghindari hasil tangkapan mereka.
Kementerian luar negeri China pada Kamis mengatakan bahwa laporan IAEA tidak dapat digunakan sebagai restu untuk rencana pelepasan air nuklir. Negeri itu memperingatkan risiko terhadap kesehatan manusia.
Sekitar 1,33 juta meter kubik air tanah, air hujan, dan air yang digunakan untuk pendinginan telah terakumulasi di situs Fukushima. PLTN itu sendiri kini berstatus dinonaktifkan setelah beberapa reaktor meleleh akibat tsunami tahun 2011.
Operator pabrik TEPCO mengolah air melalui sistem pemrosesan ALPS untuk menghilangkan hampir semua unsur radioaktif kecuali tritium. Perusahaan berencana untuk mengencerkannya sebelum membuangnya ke laut selama beberapa dekade.
“Jepang masih memiliki banyak masalah dalam hal legitimasi pembuangan laut, keandalan peralatan pemurnian, dan kelengkapan rencana pemantauan,” pungkas China.
Sebelumnya, Korea Selatan (Korsel) juga dilanda panic buying gegara Jepang. Negeri Ginseng itu mulai menimbun garam laut dan barang-barang lainnya dalam jumlah berlebihan.
Hal ini juga disebabkan rencana di PLTN Fukusima. Otoritas perikanan Korsel telah berjanji untuk meningkatkan upaya memantau tambak garam alami untuk setiap kenaikan zat radioaktif dan mempertahankan larangan makanan laut dari perairan dekat Fukushima.
“Saya baru saja membeli lima kilogram garam,” kata Lee Young Min, ibu dua anak berusia 38 tahun, menambahkan bahwa dia belum pernah membeli garam sebanyak itu sebelumnya.
“Sebagai seorang ibu membesarkan dua anak, saya tidak bisa hanya duduk dan tidak melakukan apa-apa. Saya ingin memberi mereka makan dengan aman,” pungkasnya kepada Reuters.
Panic buying telah menyebabkan kenaikan harga garam di Korsel sebesar 27% pada Juni. Korea pun telah memutuskan untuk melepaskan sekitar 50 metrik ton garam per hari dari stok bahkan memberi diskon 20% dari harga pasar hingga 11 Juli.
Sebenarnya Jepang telah berulang kali berupaya meyakinkan bahwa airnya aman dan telah disaring untuk menghilangkan sebagian besar isotop meskipun mengandung jejak tritium, isotop hidrogen yang sulit dipisahkan dari air. Namun hal ini masih menjadi kekhawatiran bagi para nelayan dan konsumen hasil laut.
Sumber : cnbcindonesia.com
Baca Juga : Warga Surabaya Alami KDRT Hingga Ancaman Dibunuh, Polsek Kenjeran Baru Periksa Pelapor