Jakarta, 27 Juli 2025 — Di halaman kantor DPP PDI Perjuangan, Jalan Diponegoro 58, aroma bunga tabur bercampur dengan kenangan kelam. Lagu “Gugur Bunga” mengalun pelan, mengiringi langkah para kader dan penyintas yang mengenang peristiwa Kudatuli—kerusuhan berdarah yang terjadi pada 27 Juli 1996.
Kudatuli: Kronologi Sebuah Sabtu Kelabu
Peristiwa Kudatuli bermula dari konflik internal Partai Demokrasi Indonesia (PDI) antara kubu Megawati Soekarnoputri dan Soerjadi. Pemerintah saat itu hanya mengakui kepemimpinan Soerjadi, memicu ketegangan yang memuncak pada penyerangan kantor DPP PDI oleh massa pendukung Soerjadi, diduga dibantu aparat negara.
Baca Juga: Penyidik Jadi Saksi, Hasto Terjerat: Tipikor Menari di Atas Pasal 168 KUHAP”
– Korban jiwa : 5 orang tewas, 149 luka-luka, dan 23 dinyatakan hilang
– Kerusakan : Gedung terbakar, kendaraan hancur, dan trauma kolektif yang membekas
– Respons pemerintah : Menuding aktivis PRD sebagai dalang, banyak yang dipenjara
Menurut Ribka Tjiptaning: “Tanpa Kudatuli, Tak Ada Anak Tukang Kayu Jadi Presiden”
Dalam peringatan 29 tahun Kudatuli, Ketua DPP PDIP Ribka Tjiptaning menyatakan bahwa peristiwa ini adalah tonggak reformasi. Ia menyebut, tanpa Kudatuli, demokrasi tak akan membuka jalan bagi rakyat kecil untuk memimpin negeri.
Tertarik baca berita lainnya, kunjungi kami di googlenews
“Tidak ada 27 Juli, tidak ada anak tukang kayu jadi presiden. Walaupun sekarang sudah error. Ya, itu nasib namanya,” ujar Ribka
Pernyataan ini memicu respons dari berbagai pihak, termasuk Projo, yang menilai bahwa reformasi bukan hanya milik PDIP, melainkan hasil perjuangan kolektif rakyat.
https://lynk.id/warta21_/Q1b9xxp
Kudatuli dan Tuntutan Pengakuan HAM
Komnas HAM menyebut Kudatuli sebagai peristiwa yang mengandung indikasi pelanggaran HAM berat. Namun hingga kini, belum ada pengakuan resmi dari negara.
– Tuntutan : Pengakuan sebagai pelanggaran HAM berat
– Harapan : Arsip dan narasi Kudatuli dijaga agar tak hilang ditelan waktu
Refleksi: Reformasi yang Belum Tuntas?
Meski reformasi telah membuka ruang demokrasi, banyak pihak menilai bahwa cita-cita awalnya belum sepenuhnya tercapai. Ribka menyebut reformasi kini masih sebatas angan-angan.







