French President Emmanuel Macron speaks at a press conference with German Chancellor Friedrich Merz (not pictured), at Villa Borsig in Berlin, Germany, July 23, 2025. REUTERS/Annegret Hilse

“Ketika satu pengakuan mengguncang Timur Tengah: Macron bicara damai, Netanyahu bicara ancaman.”

Dalam langkah diplomatik yang mengguncang geopolitik Timur Tengah, Presiden Prancis Emmanuel Macron mengumumkan bahwa negaranya akan secara resmi mengakui negara Palestina pada sidang Majelis Umum PBB September mendatang. Pernyataan ini memicu kemarahan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, yang menyebut langkah tersebut sebagai “hadiah bagi terorisme” dan “ancaman eksistensial bagi Israel”.

Netanyahu tak hanya menolak keras solusi dua negara, ia juga menyeret Iran ke dalam narasi, menyebut Palestina sebagai “proksi Iran berikutnya” yang akan menjadi “landasan peluncuran untuk memusnahkan Israel.”

Tertarik baca berita lainnya, kunjungi kami di googlenews

“Langkah seperti itu menguntungkan teror dan berisiko menciptakan proksi Iran lainnya seperti yang terjadi di Gaza,” tegas Netanyahu. “Palestina tak menginginkan negara di samping Israel. Mereka menginginkan negara sebagai ganti Israel,” tambahnya

Menteri sayap kanan Bezalel Smotrich memanfaatkan momen ini untuk mendorong penerapan kedaulatan Israel atas wilayah Yudea dan Samaria, sebuah langkah yang secara de facto akan menghapus kemungkinan negara Palestina merdeka.

Baca Juga : ASEAN di Ambang Api: Konflik Thailand-Kamboja Meletus di Perbatasan Sengketa

Sementara itu, Macron berdiri di sisi seberang spektrum diplomatik. Ia menyebut pengakuan Palestina sebagai bagian dari komitmen historis Prancis terhadap perdamaian yang adil dan berkelanjutan di Timur Tengah. Dalam surat resminya kepada Presiden Mahmoud Abbas, Macron menekankan pentingnya demiliterisasi Hamas dan rekonstruksi Gaza sebagai syarat menuju negara Palestina yang damai dan berdaulat.

Ikut Bereaksi Presiden AS Donald Trump, yang kembali menjabat sejak Januari, menyatakan bahwa pengakuan Palestina oleh negara Barat di forum PBB adalah “penghinaan pribadi” terhadap dirinya.

“Jika ada satu negara Barat yang mengakui Palestina di tanah Amerika, itu akan dianggap sebagai penghinaan terhadap Presiden Trump,” ujar sumber diplomatik Gedung Putih. Trump bahkan mengancam akan memboikot konferensi PBB dan menyebut Macron sebagai “pemimpin yang selalu salah langkah.”

https://lynk.id/warta21_/Q1b9xxp

Di panggung internasional, Macron tampil sebagai aktor idealis yang mengusung naskah perdamaian, sementara Netanyahu berperan sebagai antagonis yang menolak babak baru sejarah. Trump? Ia muncul sebagai sutradara yang tak ingin panggungnya dipakai untuk drama yang tak ia tulis.

Dunia menyaksikan, apakah ini awal dari solusi dua negara atau justru babak baru konflik berkepanjangan. Satu hal pasti: diplomasi kini bukan lagi sekadar wacana, melainkan medan pertempuran narasi dan kepentingan.

Artikulli paraprakKERDUS: Ketika Akhlak Tergilas Hashtag dan Syariat Dijadikan Wardrobe VS Mantan Aktris JAV
Artikulli tjetërPenyidik Jadi Saksi, Hasto Terjerat: Tipikor Menari di Atas Pasal 168 KUHAP”

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini