SURABAYA, WARTA21.COM- Ekstremisme berbasis SARA di lingkungan sekolah menjadi perhatian serius bagi Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim) dalam melakukan pencegahan sejak dini.

Demikian disampaikan Wakil Gubernur (Wagub) Jatim, Emil Dardak usai menghadiri seminar yang digelar Pusat Hak Asasi Manusia (Pusham) Surabaya yang mengusung tema “Pentingnya Mencanangkan Program Dan Kebijakan Untuk Pencegahan Terhadap Ekstremisme Berbasis Sara Di Lingkungan Sebagai Strategi Berkelanjutan Melalui Pendekatan Multistakeholders Dan Human Security“.

“Kita tadi menyepakati definisi pencegahan, artinya belum terjadi extremisme ini, tapi benih-benihnya yang kita atasi,” kata Emil Dardak di Hotel Whyndam Surabaya, Selasa (15/3).

Dalam pencegahan ekstremisme, Politisi Partai Demokrat ini meminta agar benih-benih tersebut jangan selalu dikaitkan dengan hal-hal yang berkaitan langsung dengan terorisme.

“Yang sebagaimana kita lihat diafiliasikan secara keagamaan dan sebagainya. Padahal kan itu perilaku individu yang tidak sesuai dengan ajaran agama,” ujar Emil Dardak.

“Nah ini yang kita lihat justru adalah hal hal yang berkaitan dengan sikap yang membangun prilaku villian, membully, prilaku-prilaku berantem itu juga berpotensi,” sambungnya.

Untuk mencegah munculnya benih-benih ekstremisme berbasis SARA di lingkungan sekolah, Emil berharap agar pemangku kebijakan turut melakukan pembinaan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

“Yang jadi tolak ukur adalah bagaimana sekolah punya mekanisme untuk merespon terhadap insiden-insiden tindakan yang mungkin yang kaitannya bukan ekstremisme dalam kontek potensi terorisme dan lain sebagainya. Tapi catatan-catatan itu harus punya. Guru BK pasti punya lah catatan-catatan konseling,” katanya.

Sementara itu, Praktisi Kebangsaan, Akhol Firdaus mengatakan, tanggungjawab terhadap pencegahan ekstremisme berbasis SARA dilingkungan sekolah ini bukan hanya dilimpahkan kepada pemangku jabatan saja, melainkan memerlukan peran seluruh elemen masyarakat.

“Sekolah tentu tidak bisa dibiarkan posisi sendirian. Karena sekolah menjalankan amanat undang-undang, mencerdaskan kehidupan bangsa yang menghadirkan ekstremisme masuk ke jantungnya. Membentuk satu ekosistem di sekolah bukan hanya pada pelajaran agama, bukan hanya pada logis, tapi sudah merupakan suatu gerakan yang sistematis,” terangnya usai menjadi pemateri dalam seminar yang digelar Pusham Surabaya.

Diungkapkan Akhol Firdaus, gejala ekstremisme sekolah bukan merupakan hayalan semata, salah satu contohnya adalah menolak pengibaran bendera. Sedangkan pada kasus intoleransi, Dosen Universitas UIN Satu Tulungagung ini menyebut, terjadi adanya sentimen terhadap agama lain dalam isu-isu pemilihan ketua OSIS, pada pemilihan kepala sekolah.

“Jadi fakta benih ekstremisme itu bukan khayalan tapi nyata,” ungkapnya.

Menurutnya, ekstremisme dan radikalisme yang berujung ke terorisme bermula dari semangat membenci budaya lokal. Untuk itu diharapkan sekolah dan kurikulumnya perlu mengarusutamakan memberi ruang yang lebih besar kepada anak untuk mengenal kepribadian bangsa melalui melalui cerita-cerita kepahlawanan, cerita perjuangan.

“Sehingga mereka tidak putus dengan nilai-nilai kebangsaan yang sudah dibangun dengan episode yang sangat panjang,” tegasnya.

Tak hanya itu, Dinas Pendidikan juga diminta harus konsen pada upaya kurikulum yang berpihak pada toleransi dan perdamaian di sekolah, serta melakukan penguatan kapasitas guru, kapasitas sekolah dalam upaya melakukan pencegahan dini dengan cara workshop.

“Lembaga lembaga legislatif bisa mengunci pada kebijakan. Kita sudah diuntungkan ada perda toleransi, tapi bagaimana ini harus diarusutamakan di sekolah. Pada instrumen yang memungkinkan perda ini benar-benar diwujudkan secara nyata menjadi tata kehidupan yang toleran,” tandas Akhol.

Terpisah, Ketua Pusham Surabaya, Johan Avie mengatakan, kegiatan seminar tersebut disupport oleh UNDP dan UNTFHS melalui program GUYUP.

Menurutnya, seminar ini bukanlah yang pertama kali dilakukan oleh Pusham Surabaya. Sebelum digelar seminar tersebut, pihaknya juga telah meminta masukan dari media massa melalui media briefing di Hotel Fave Hotel pada Selasa (8/3) lalu.

“Syukur Alhamdulillah, kegiatan seminar ini mendapat dukungan dari Pemerintah Provinsi Jatim, Polda jatim, l Bakesbangpol Jatim dan rekan-rekan media,” ujarnya, (ozi)

Baca Juga: 3 Tantangan yang Dihadapi dalam Presidensi G20

Silahkan berkomentar
Artikulli paraprakBertambah 11.585 Kasus Covid-19, Yang Tertinggi Jawa Barat
Artikulli tjetërCalon Mertua Indra Kenz Diperiksa Bareskrim Hari Ini

1 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini