Warta21.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) menyebut Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu (Bharada E) tidaklah justice collaborator (JC). Jaksa memiliki alibi ataupun evaluasi tertentu mengapa Bharada E tidak diucap bukan justice collaborator.
Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana mengatakan, Eliezer dinilai selaku eksekutor ataupun pelakon utama pembunuhan berencana BrigadirYosua Hutabarat. Bharada E tidaklah orang awal yang mengungkap kenyataan hukum.
” Deliktum yang dicoba oleh Richard Eliezer Pudihang Lumiu selaku eksekutor, ialah pelakon utama, tidaklah selaku penguak kenyataan hukum,” kata Ketut dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, dilansir dari detikNews, Jumat (20/1/2023).
Ia menegaskan, pihak yang awal kali menguak permasalahan pembunuhan terhadap Brigadir Yosua merupakan keluarga. Itu yang jadi bawah utama mengapa jaksa memperhitungkan Eliezer tidaklah JC.
” Jadi ia (Eliezer) bukan penguak. Mengatakan kenyataan hukum yang awal malah keluarga korban( Yosua). Itu jadi bahan pertimbangan,” ucap Ketut.
Ketut lebih dahulu menerangkan Eliezer ialah pelakon utama pembunuhan Brigadir Yosua. Jaksa memperhitungkan kedudukan Eliezer dalam pembunuhan berencana ini tidak dapat dipertimbangkan selaku JC.
” Dia merupakan selaku pelakon utama sehingga tidak bisa dipertimbangkan pula selaku yang wajib memperoleh justice collaborator, itu pula telah cocok Sema No 4/ 2011 serta UU Proteksi Saksi serta Korban,” ucap Ketut.
Walaupun demikian, Ketut menerangkan jaksa sudah berupaya mengakomodir saran Lembaga Proteksi Saksi serta Korban( LPSK) terpaut Eliezer. Ketut menyebut oleh sebab itu, JPU menuntut Eliezer dengan pidana penjara 12 tahun, jauh lebih ringan dari tuntutan pada Ferdy Sambo, yang dinilai berfungsi selaku aktor intelektual pembunuhan Yosua.
” Saran dari Lembaga Proteksi Saksi serta Korban (LPSK) terhadap Richard Eliezer Pudihang Lumiu buat memperoleh JC sudah diakomodir dalam pesan tuntutan, sehingga tersangka memperoleh tuntutan pidana jauh lebih ringan dari tersangka Ferdy Sambo, selaku pelakon intelektual dader,” jelas Ketut.
Ketut juga menerangkan status justice collaborator dalam pembunuhan berencana tidak diatur dalam Pasal 28 tentang Proteksi Saksi serta Korban. Dalam ketentuan itu, bagi Ketut, proteksi saksi serta korban cuma buat permasalahan tertentu semacam korupsi, terorisme, sampai tindak pidana pencucian duit.
” Kalau permasalahan pembunuhan berencana tidaklah tercantum yang diatur dalam Pasal 28 ayat( 2) huruf a Undang- Undang RI No 31 Tahun 2014 tentang Proteksi Saksi serta Korban yang pada pokoknya tindak pidana yang hendak dibeberkan ialah tindak pidana dalam permasalahan tertentu serta pula sebagaimana diatur dalam Pesan Edaran Mahkamah Agung No 4 Tahun 2011 antara lain tindak pidana korupsi, terorisme, tindak pidana narkotika, tindak pidana pencucian duit, perdagangan orang, ataupun tindak pidana yang lain yang bertabiat terorganisir,” kata Ketut.