Warta21.com – Kejaksaan Agung( Kejagung) menjawab soal status pelakon yang bekerja sama ataupun justice collaborator( JC) Bharada Richard Eliezer. Kejagung juga pernah menyinggung serta menyamakan Eliezer dengan tim tembak yang menemukan perintah bersumber pada undang- undang.
Awal mulanya, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung( Kapuspenkum Kejagung) Ketut Sumedana menerangkan kalau pembunuhan berencana tidak secara tegas masuk dalam JC yang diatur dalam undang- undang.
” Di dalam Undang- undang secara limitatif, tidak ditegaskan kalau pembunuhan berencana itu sendiri bukan ialah tindak pidana tertentu. Sebagaimana Pesan Edaran Mahkamah Agung no 4 tahun 2021,” kata Ketut dalam video yang diunggah di akun Instagram Kejaksaan Agung, Pekan( 22/ 1/ 2022).
” Yang diartikan tindak pidana tertentu itu secara tegas telah dipaparkan, ialah tindak pidana yang terorganisir, apakah itu tindak pidana narkotika, korupsi serta tindak pidana TPPU tindak pidana pencucian duit, tindak pidana trafficing ialah penjualan orang. Ini yang diatur( JC),” katanya.
Soal tuntutan 12 tahun penjara buat Bharada E, Ketut menyebut Jaksa Penuntut Universal mempunyai pertimbangan. Bharada E melaksanakan kedudukan utama dalam pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat, selaku eksekutor. Tidak hanya Bharada E, Ferdy Sambo pula dinilai selaku pemeran utama sebab otak pembunuhan berencana.
” Tetapi demikian, saran( JC LPSK) ini kami hargai, serta kami akomodir dalam pesan tuntutan. Sehingga Bharada E ini menemukan keringanan hukuman daripada pelakon utama ialah Ferdi Sambo. Sangat jauh pula jaraknya( hukuman dalam tuntutannya)” tuturnya.
” Sebab( Bharada E) tercantum saksi yang kooperatif. Saksi yang membuka, saksi yang mengatakan jujur serta tidak berubah- ubah di sidang. Jika seandainya tidak semacam itu, kita samakan tuntutan dengan Ferdy Sambo,” katanya.
Dikenal, Ferdy Sambo dituntut oleh JPU dengan tuntutan penjara seumur hidup. Sedangkan Bharada E 12 tahun penjara.
Dibanding dengan Tim Tembak
Ketut juga menarangkan soal penghapusan pidana dalam KUHP serta membandingkanya dengan JC. Baginya, terdapat sebagian aksi pembunuhan yang menghapus faktor pidana semacam algo ataupun tim tembak yang melaksanakan perintah cocok undang- undang.
” Sebab pertanggungjawaban pasal 44 sampai 52 KUHP itu melenyapkan pidana, serta tidak wajib di majelis hukum. Awal, dikala riset sesi awal. Itu telah dengan sendirinya tidak hingga di Majelis hukum,” kata Ketut.
” Mengapa, terpaut dengan tadi, jika ia melaksanakan perintah undang- undang semacam tim tembak, itu diatur dengan undang- undang, tidak dihukum sebab undang- undang yang memerintahkan buat melenyapkan nyawa orang lain. Inilah yang kerap di informasikan oleh sebagian media, ini tidak sama dengan pertanggungjawaban pidana, dengan JC sangat beda,” katanya.
Soal keputusan JC untuk Bharada E, Kejaksaan juga menyerahkan perihal itu kepada keputusan hakum.
” Ini merupakan yang memastikan majelis hakim yang merekomendasikan. Apakah saran kami itu berbentuk tersangka yang bekerja sama secara kooperatif, dengan membagikan penjelasan secara jujur, itu hingga di situ, ataupun nanti berikan JC spesial,” kata Ketut.